PEMBUATAN
PUPUK KOMPOS
OLEH
MOHAMAD
REZA S. ALI
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Berdasarkan UU
no 12 tahun 1992 pasal 20 ayat 2, yang berbunyi “pelaksanaan
perlindungan tanaman menjadi tanggug jawab
masyarakat dan pemerintah”, tersirat kewajiban seluruh lapisan masyarakat untuk
ikut aktif dalam menghasilkan tanaman budidaya yang berkualitas bagus serta
aman untuk dikonsumsi. Untuk menghasilkan tanaman organic yang berkualitas maka
perlu adanya perawatan yang serius seperti pemberian pupuk kompos. Selain pupuk
kompos dapat meningkatkan kualitas tanaman, juga dapat memperbaiki struktur
tanah, serta dapat menciptakan budaya hidup sehat. Karena dengan pembuatan
kompos ini, sampah rumah tangga tidak lagi mencemari lingkungan dan menimbulkan
masalah namun justru mendatangkan keuntungan.
Pupuk
kompos adalah pupuk yang dibuat dari sampah organik. Pembuatan pupuk
kompos ini tidak terlalu rumit, tidak memerlukan tempat yang luas serta tidak
menghabiskan banyak biaya. Kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sendiri,
tidak perlu membeli.
Kompos adalah hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford,
2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.
Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang
cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Sampah terdiri
dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan
organik sampah mencapai
±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos
sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah
organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya
polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan
6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik.
Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang
ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah
organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah
organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat (Rohendi, 2005).
Kompos sangat bermanfaat dalam
kehidupan sehari, dapat menyuburkan tanaman budidaya masyarakat cukup dengan
biaya yang murah serta dapat mengurangi masalah limbah skala rumah tangga. Oleh
karena itu masyarakat diharapkan dapat menerapkannya. Berdasarkan hal diatas
penulis mengangkat sebuah penelitian berjudul “Pembuatan Pupuk Kompos Skala Rumah Tangga Menggunakan Bioaktivator EM4
Selama 6 Minggu”.
B. Rumusan
Masalah.
Berdasarkan
latar belakang diatas, adapun rumusan masalah nya adalah sebagai berikut :
Bagaimana cara membuat kompos dari
limbah rumah tangga dengan bioaktivator EM4 selama 6 minggu?
C. Tujuan Pembahasan.
1. Mengetahui
langkah – langkah pembuatan kompos
2. Mengetahui
cara untuk mempercepat pembuatan kompos
3. Mengetahui
kondisi yang mendukung terbentuknya kompos dalam waktu singkat
4. Mengetahui
proses terjadinya pupuk kompos dari minggu ke minggu
5. Mengetahui
cara pembuatan biokatalisator EM4
6. Memenuhi
tugas muatan lokal
KAJIAN
PUSTAKA
Pengertian Pupuk Kompos
Kompos adalah hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford,
2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.
Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang
cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai
±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos
sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah
organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya
polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan
6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik.
Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruhpasar yang
ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah
organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah
organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat (Rohendi, 2005). Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat
dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik
pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian,
limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah
pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara
lain: tulang, tanduk, dan rambut.
Teknologi pengomposan sampah sangat
beragam, baik secara aerobik maupunanaerobik,
dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah
banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec,
ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM
(Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos
(vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak
digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan
kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di
dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara
anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam
mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini
merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian
di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifatkimia, fisika dan biologi tanah,
sehingga produksi tanaman menjadi
lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan
untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian,
menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA,
eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi
penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua
material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah
hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.
Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
B. Manfaat
Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah
dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan
kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba
tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman
untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui
dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk
dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang
dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat,
lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang
ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek
Ekonomi :
1. Menghemat
biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi
volume/ukuran limbah
3. Memiliki
nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek
Lingkungan :
1. Mengurangi
polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah
organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
2. Mengurangi
kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek
bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan
kesuburan tanah
2. Memperbaiki
struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan
kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan
aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan
kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan
hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan
pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan
retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
C. Proses Pembuatan Pupuk Kompos
Proses pengomposan akan segera
berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara
sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap
pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang
mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu
tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan
peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o -
70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba
yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif
pada suhu tinggi. Pada saat ini
terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba
di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik
menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah
sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami
penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
pembentukan komplek liat humus.Selama proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan
ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
Skema
Proses Pengomposan Aerobik
Proses pengomposan dapat terjadi
secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses
yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan
oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses
ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang
tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau
tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat,
puttrecine), amonia, dan H2S.
METODE
PENELITIAN
1.
Rencana
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
penulis untuk menyelesaikan laporan penelitian ini adalah berbentuk eksperimen
dengan metode pengamatan secara kualitatif. Penelitian penulis terkait dengan
proses pengomposan limbah rumah tangga menggunakan bioaktivator EM4. karena
dengan mengadakan penelitian secara langsung akan membuat pembaca percaya
dengan keadaan yang ada.
Waktu dan tempat penelitian
Waktu
: tanggal 14 januari 2016 – maret 2016
Tempat
: di rumah desy dwi riana, desa ilomangga.
2.
Alat Dan Bahan
1. Pisau
2. Ember + tutup
yang berlubang
3. Sampah
rumah tangga
4. Tanah
lapisan atas / top soil
5. Pasir
6. Serbuk
gergaji
7. Bioaktivator
EM4
8. Sarung
tangan
9. Penggaris
10. Buku
catatan
3. Prosedur Penelitian
1. Menyiapkan
alat dan bahan
2. Mengumpulkan
sampah rumah tangga
3. Di
potong kecil - kecil
4. Memasukkan
pasir kedalam ember, secukupnya.
5. Memasukkan
top soil dalam ember tepat di atas lapisan pasir
6. Memasukkan
sampah yang telah di potong - potong
7. Memasukkan
serbuk gergaji ke dalam ember sampai menutupi sampah yang telah dimasukkan
8. Memberi
larutan EM4 secukupnya, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu basah
9. Menutup
ember
10. Meletakkan
ember dalam ruangan yang sesuai
11. Bawah
ember di ganjal agar air yang keluar saat pengomposan berlangsug dapat turun
12. Mengamati setiap satu
minggu sekali
13. Memasukkan
hasil pengamatan kedalam table yang telah dibuat
4. Teknik Analisis Data
Untuk
eksperimen ini penulis memilih menggunakan jenis data berupa table penelitian
kualitatif sehingga dapat dengan mudah menganilisis data yang diperoleh dari
penelitian. Tehnik ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan setiap satu
minggu sekali pada hari Senin. Hal ini dilakukan luring lebih selama 6 minggu,
kemudian mencatat hasilnya pada table pengamatan.
PEMBAHASAN
pada
minggu ke nol daun masih tampak segar, berwarna hijau, dan belum tampak adanya
aktivitas mikroorganisme sama sekali, tinggi bahan 6 cm dari permukaan drum
pengomposan.
Pada
minggu pertama daun sudah mulai layu, warnanya kecoklatan, dan telah tampak
aktivitas mikroorganisme serta munculnya jamur berwarna putih pada lapisan
teratas, tinggi bahan 8 cm dari permukaan drum pengomposan.
Pada
minggu kedua daun sudah mulai hancur, sehingga nampak tidak begitu jelas dan
tercampur menyatu dengan serbuk gergaji, bau khas yang dikeluarkan pada minggu
pertama sedikit mulai berkurang pada minggu ini, tinggi bahan 12 cm dari
permukaan drum pengomposan.
Pada
minggu ketiga daun sudah hancur, sehingga bahan kompos sudah bercampur merata
dengan serbuk gergaji. Sudah tidak menimbulkan bau, tinggi bahan 16 cm dari
permukaan drum pengomposan.
Pada
minggu ke empat bahan kompos sudah hancur total, warna coklat kehitaman, bau
kompos sudah hilang serta permukaan kompos nya mengalami penurunan dari minggu
sebelumnya.
Pada
minggu ke lima warna semakin menghitam, permukaan menurun serta kondisi bahan
masih agak lembab.
Pada
minggu ke enam warna kehitaman, tidak ada bau, kelembaban turun dari minggu
sebelumnya, tinggi bahan 23 cm dari permukaan drum pengomposan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bioaktivator
EM4 mempengaruhi pengomposan
2. Bioaktivator
mempercepat pengomposan
3. Pengomposan dimulai
dari pembusukan limbah hingga hancurnya limbah
4. Limbah telah
menjadi kompos apabila sudah berwarna kehitaman, di pegang tidak menggumpal dan
sudah tidak berbau.
B. Saran
1. Sebaiknya
sebelum melakukan penelitian, semua alat dan bahan dipersiapkan dengan baik
agar tidak kebingungan saat melakukan penelitian.
2. Sebaiknya
kinerja antar anggota kelompok lebih ditingkatkan sehingga laporan dapat
diselesaikan dengan tepat.
3. Seharusnya
pengerjaan tugas dilakukan tepat demi tahap agar tidak terlalu berat bebannya.
4. Seharusnya
setiap melakukan pengamatan, didokumentasikan sabagai bukti bahwa peneliti
benar-benar melakukan penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar